“Sekoper (Sekolah Pelopor) Peradaban sejak Dini Melalui Optimalisasi peran PAUD”
Setiap era atau peradaban suatu bangsa akan mengalami signifikansi dalam aspek yang ada di kehidupan bernegara. Dinamisasi yang terjadi pada beberapa tahun belakangan ini merupakan bentuk adaptasi yang harus dan seharusnya dapat dijalani baik oleh masyarakat dimana pun mereka berada, karena hal itu akan mempengaruhi keberlangsungan hidupnya. Seiring dengan perkembangan zaman yang demikian ini, masyarakat mendapat banyak tantangan, maka dari itu mereka harus belajar untuk terus berkembang dan maju agar tidak dikatakan istilah ketinggalan jaman. Era modernisasi menuntut semua manusia lebih canggih, namun permasalahan sekarang seiring dengan kemajuan yang cukup mengenai kualitas manusia dalam hal penguasaan teknologi dan sains-nya, manusia dapat dikatakan semakin tidak “karuan” dalam morality nya. Kecenderungan berkembangnya kemajuan di suatu negara, terutama arus informasi dan tekhnologi membuat manusia menjadi sedikit malas dalam  menjalankan kebiasaan yang baik, makan-makanan juncfood, sibuk dan kurang perhatian sosial dengan orang sekitar, dan keliberalan yang ad seperti meningkatnya free sex, kenakalan remaja, HIV/AIDS pada bebebrapa penduduk usia produktif, dan sebagainya. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa dalam budaya timur atau negara-negara di belahan bumi asia, dikenal sebgaai negara-negara yang memiliki budaya “sopan”, namun istilah tersebut setiap era atau peradaban juga berganti agak bersifat “keliberalan”, walaupun ada beberapa negara yang masih membudayakan “kesopanan atau morality” kebangsaan mereka.
Indonesia sebagai salah satu negara di benua Asia, memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua setelah Brazil dan sumber daya manusia terbesar keempat sedunia, serta memiliki potensi kemajuan bangsa yang pesat. Kuantitas alam dan SDM yang memenuhi menjadi modal utama bangsa, namun bukanlah semata-mata kuantitas yang akan memajukan peradaban bangsa, namun bangsa yang besar dan maju dilihat dari segi kualitas manusianya yang berada di negara tersebut. Ketika berbicara soal kualitas, kualitas itu dapat berupa hard skill dan soft skill. Hard skil seperti yang telah diketahui seperti kemampuan iq atau bisa dikenal “akademik”, dan soft skill seperti EQ dan SQ. Kemampuan soft rata-rata orang Indonesia masih belum bisa dikembangkan dengan baik, karena paradigma masyarakat pada umumnya yang mudah menilai orang dari segi iq nya, bukan bagaimana orang atau kelompok masyarakat tertentu bila dilihat dari emosional dan spiritualnya. IQ yang dimiliki oleh seseorang pada dasarnya hanya sedikit menyumbangkan tentang bagaimana menilai “kualitas manusia” itu sendiri, maksudnya adalah kualitas orang dilhat dari ketiga hal tersebut dan tidaka dapat dipisahkan, yaitu IQ, EQ, dan SQ. Manusia memiliki kemampuan dalam hard skill yang super, namun kemampuan untuk mengontrol diri atau emosional yang kurang dan spiritualitas atau seberapa besar kedekatannya dengan Sang Pencipta, maka kemampuan hard nya bisa jadi disalah gunakan dengan tidak benar dan tidak pada tempatnya. Banyak peristiwa yang ada dan ditemui sekarang ini, contohnya isu terhangat yaitu maraknya penggunaan kondom di Indonesia, yang tujuan awalnya adalah untuk digunakan sebagai alat kontrasepsi dalam mengurangi pertambahan penduduk, namun karena harga kondom yang dilegalkan murah, sehingga disalah gunakan penggunaannya untuk melakukan freesex, dan kemudian berdampak pada meningkatnya prevalensi IMS (Infeksi Menular Seksual). Kondom sebagai bukti penemuan dari orang yang memiliki “niat baik”, untuk membantu mengurangi pertambahan penduduk, namun masyarakat yang “tidak ber-morality” menggunakannya dengan tidak benar. Ilmu dan naluri sebagai dasar manusia untuk melakukan sesuatu, ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat perlu diimbangi dengan naluri atau niat yang baik. naluria seorang manusia memang sudah ada sejak dilahirkan ke muka Bumi, namun life is choice, hidup itu adalah pilihan. Tuhan memberikan pilihan kepada manusia untuk memilih hidupnya apakah dia ingin menjadi orang baik atau tidak.
Kepribadian dapat dibentuk sejak dini, apalagi zaman sekarang di era globalisasi sudah banyak fasilitas pendidikan mulai dari PAUD sampai Perguruan Tinggi. Fasilitas yang telah ada ketika dilihat dan dianalisis, masih kurang menonjolkan sisi tentang bagaimana membentuk pemimpin-pemimpin bangsa yang “ber-morality” dan tidak hanya “excellent” saja melalui pelajar.  Kegiatan sekarang yang lagi in adalah pendirian komunitas berbasis pendidikan karakter, namun sekarang sebenarnya tidak perlu sampai membuat komunitas atau sekolah informal baru yang berbasis khusus pendidikan karakter, tetapi bagaimana “menyisipkan” materi atau program di sekolah formal dengan pendidikan karakter seperti membentuk FGD yang membahas tentang isu-isu kekinian terkait dengan perkembangan moral pemimpin dan calon pemimpin dunia yaitu pelajar. Pendidikan karakter yang dimulai sejak dini dari PAUD misalnya, akan lebih muda melekat  karena mereka sebagai sasarannya adalah anak usia dini yang mudah untuk dipengaruhi hal-hal baik positif atau negatif. Pendidikan karakter PAUD dapat berupa program melalui teater boneka, mengajari untuk berani berbicara atau mengungkapkan pendapat di muka umum, mengajarkan nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan dengan kemasan program yang sesuai ciri atau karakter anak PAUD.

Pendidikan mulai sejak dini memang sangat perlu, karena akan menentukan bagaimana keberlanjutan cara berpikir seorang anak. PAUD yang ada di Indonesia belum merata di semua daerah dan pelosok, karena masih terdapat paradigma dan ungkapan mengapa harus masuk PAUD, langsung TK atau SD saja, toh cuma PAUD? PAUD atau kepanjangannya Pendidikan Anak Usia Dini di daerah terpencil tidak harus bernama PAUD, karena belum semua terjamah di daerah-daerah pelosok dan terpencil, munkgin dapat berupa “komunitas atau sekolah pelopor peradaban” dan di komunitas tersebut dapat dikemas program-program pendidikan karakter melalui teater boneka (boneka tangan) atau dongeng, dan mengadakan program language class atau kelas bahasa untuk menambah kelancaran dalam berkomunikasi, karena komunikasi adalah dasar dan penting dalam proses sosialisasi, walaupun mereka masih usia dini. Komunitas atau sekolah informal tersebut  

Comments