Hymne Guru
Terpujilah wahai
engkau, Ibu Bapak guru
Namamu akan
selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu
akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti
trima kasihku,
Tuk
pengabdianmu.
Engkau sebagai pelita
dalam kehidupan
Engkau laksana,
embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot
pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa..
Lagu Hymne Guru diciptakan oleh Sartono,
lagu ini bermakna perjuangan Guru untuk membuka kegelapan menuju terang.
Mengajarkan tentang pengetahuan, moral dan etika. Guru adalah pahlawan bangsa
tanpa tanda jasa, yang berarti profesinya bukan tujuan utama sebagai media mata
pencaharian. Guru adalah pilar utama bangsa, mengapa? Ya, karena tanpa Guru
bangsa ini akan mati. Mati dari kemerdekaan melawan penjajah, tidak tahu akan
pengetahuan dan buta akan segala ilmu dan makna kehidupan. Itu dulu, Guru
memang mengajarkan sekaligus mendidik murid tanpa berniat yang lain. Tetapi,
bagaimana kabar Guru di era kekinian (era 4.0)? Apakah Guru di semua lapisan
yang menyatakan kehadirannya di sekolah sudah totalitas sebagai pengabdi bangsa
tanpa tanda jasa?
Era
kekininan yang terjadi pada hari ini memiliki arti semakin canggihnya teknologi
terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat, namun bagaimana kondisi generasi muda
utamanya sebagai penerus siswa, generasi emas penerus bangsa. Seperti yang
terjadi beberapa bulan ini, dan bukan rahasia umum lagi. Beberapa kasus
ditemukannya di sekolah formal mengenai seorang murid yang sampai hati membunuh
Gurunya sendiri. Siswa merasa tidak terima jika diejek di depan teman-temannya
karena kesalahan siswa sendiri yang tak mau berhenti berain gadget saat jam
pelajaran, (kasus siswa di salah satu sekolah wilayah bangkalan).
Kemudian
contoh kasus lainnya adalah karena ditegur saat tidur di dalam kelas, murid
dibangunkan dan dimarahi oleh Gurunya, murid tidak terima atas perlakuan ini
dan dia melempar gurunya dengan kursi, hingga pingsan. Kasus tersebut tentunya merupakan
evaluasi besar bagi para Guru. Sudahkah benar-benar menjadi Guru dan tahu peran
seorang Guru? Apakah hanya datang mengajar tanpa mendidik ?. Guru adalah tugas
yang paling berat. Guru harus mampu dalam memahami segala tentang anak
didiknya. Guru adalah pemimpin, pelopor, motivator, inovator, akselerator,
psikolog, dan sebagainya. Peran guru untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Maka inilah alasan
Guru sebagai profesi yang sangat mulia dibanding profesi lainnya.
Guru
sebagai psikolog
Guru
harus mampu memahami secara psikologi tentang murid-murid yang Dia ajarkan
ilmunya. Bagaimana menghadapi murid dengan tipe berbeda dan memberikan
intervensi yang berbeda juga. Guru juga harus mampu mengenal bakat dan potensi
yang dimilii anak didik. Tidak semua anak sama. Kecenderungan seni, akademis,
ilmu agama dan sebagainya. Selain itu secara psikologi, Guru harus memiliki
emosi yang stabil, jangan mudah terpancing emosi, tidak perlu marah, namun
tegas. Ada saatnya marah, namun mendidik bukan untuk balas dendam. Memahami
karakter dan jiwa anak didik bukanlah sebuah hal yang mudah, namun butuh waktu
dan proses untuk memahami semua. Guru juga bisa berperan sebagai teman curhat,
namun tetap murid harus menghormati Guru.
Guru
sebagai reinforce, motivator, dan instructor
Setiap
orang memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda. Begitu juga dengan Guru
sebagai manusia biasa. John P. Dececco William Crowfort, dalam bukunya The
Psychology of Learning and Instruction Educational Psychology menyatakan
pendapat dari Bugelsky bahwa guru dalam proses belajar mengajar berfungsi
sebagai motivator (pendorong), reinforce (pemberdaya), dan instructor (pelatih)
Guru harus mampu memotivasi memberdayakan dan melatih kemampuan dan kemauan
murid agar mampu meningkatkan hard skill
atau soft skill yang dimilikinya,
baik dalam bidang akademik atau non akademik.
Selain
itu juga mampu peduli terhadap kebutuhan masyarakat dalam arti untuk kemakmuran
dan kesejahteraan bersama. Menjadikan murid mau dan mampu memberdayakan
masyarakat. Mengembangkan dan memberdayakan sesuatu yang bernilai atau potensi
yang dimiliki oleh masyarakat sekitar. Canggih dalam teknologi, namun tetap
menjunjung nilai kemanusiaan. Maka guru harus mampu untuk menumbuhkan semangat
di dalam dada murid.
Guru
sebagai leader
Peran
Guru sebagai leader yaitu mengarahkan
menuju kemuliaan sebagai manusia berilmu baik secara individu maupun dalam
kehidupan bermasyarakat. Sebagai leader
juga harus menjadi uswatun hasanah, contoh yang baik. Sebagai pemimpin yang
mengendalikan diri sendiri, anak didik, dan masyarakat terkait upaya
pengerahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas
program yang dilakukan.
Dalam
melaksanakan perannya sebagai leader
murid, menurut Zakir Daradjat dalam bukunya Kepribadian
Guru, ada prinsip keguruan yang harus dimiliki seorang pendidik, yaitu
kesediaan kemampuan, pertumbuhan, perbedaan anak didik, membangkitkan semangat,
memperhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang mempengaruhi proses
mengajar, menciptakan hubungah manusiawi dalam proses pembelajaran dan mengatur
proses belajar mengajar dengan baik.
Guru
sebagai Pendidik bukan Pengajar
Dalam
paradigma jawa, pendidik diidentikkan guru yang berarti “digugu” dan “ditiru”.
Namun, dalam paradigma baru, pendidik tidak hanya berfungsi sebagai pengajar, namun
sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar. Pendidik harus
mampu memainkan peranan dan fungsinya dalam menjalankan tugas kependidikannya.
Pendidik harus mampu menempatkan kepentingan sebagai individu, masyarakat,
warga negara, dan pendidik sendiri. Antara tugas kependidikan dan lainnya harus
ditempatkan secara proporsional.
Pendidik
lebih mulia, namun lebih sulit dan penuh tanggung jawab dibanding hanya seorang
pengajar yang datang hanya menerangkan a,b sampai z materi akademik, tanpa
melihat apakah siswanya paham atau tidak. Seorang pendidik bukanlah sebagai transfer of knowledge saja. Fungsi
pendidik setidaknya bisa mencakup dua hal: pertama,
sebagai instruksional (pengajar) yang bertugas merencanakan program
pembelajaran, melaksanakan program yang telah disusun dan penilaian terhadapa
pelaksanaan program; kedua sebagai
educator yang mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan yang
berkepribadian baik dan mulia.
Guru
adalah pengabdi bukan pekerja
Seperti
yang dijelaskan sebelumnya bahwa Guru adalah profesi mulia sekaligus penuh
tanggung jawab. Mulia karena Guru mengajarkan ilmu dengan ikhlas tanpa tanda
jasa. Namun di era kekinian, makin terjaminnya penghasilan Guru terutama
Pegawal Negeri Sipil, lantas Guru dijadikan sasaran oleh orang tua dan orang
awam yang “mata duitan” untuk bekerja menjadi Guru. Tunjangan gaji, sertifikasi
dan sebagainya dijadikan dasar untuk semangat bekerja, bukan semangat untuk
mengabdi. Sudah bukan rahasia umum lagi, bahkan banyak Guru yang menginginkan
untuk menjadi pegawai tetap, terpaksa lewat jalan pintas dengan KKN (Korupsi,
kolusi dan nepotisme).
Wahai
para Guru yang masih belum meluruskan niat sebagai abdi negara, luruskanlah
niat untuk mendidik, bukan mengejar penghasil semata untuk memperbaiki ekonomi
rumah tangga. Menunaikan tugas mulia akan memberikan kepuasan batin bagi
seseorang daripada harus dikejar dengan keduniaan tanpa kemuliaan. Seperti kata
Imam Al Ghazali, “Seorang yang berilmu
dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, dialah yang dinamakan orang besar di
bawah kolong langit ini. Ia bagai matahari yang memberi cahaya orang lain,
sedngkan ia sendiri pun bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang
lain, ia sendiri pun harum.”
Guru
sebagai penunjuk jalan yang benar
Pendidikan
kesusilaan, budi pekerti, etika, moral dan akhlak untuk murid bukan hanya
menjadi tanggung jawab guru bidang studi agama saja atau yang ada kaitannya
dengan dengan budi. Demikian, pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia
menurut adanya kesamaan arah dari seluruh unsur yang ada, termasuk unsur
pendidikannya. Ia tidak sekadar menyampaikan materi pelajaran saja, tetapi
bertanggung jawab dalam memberikan wawasan kepada murid agar menjadi manusia
yang mampu mengkaji keterbelakangan, menggali ilmu pengetahuan, dan menciptakan
lingkungan yang menarik serta menyenangkan. Mengajarkan mana yang baik dan
buruk, dan bagaimana konsekuensi nanti yang akan diterima murid jika melakukan
hal tersebut.
Comments
Post a Comment